Whistle Blowing adalah merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Whistle blowing berkaitan dengan kecurangan yang merugikan perusahaan sediri maupun pihak lain.
Whistle bowing dibedakan menjadi 2 yaitu:
- Whistle blowing internal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya.
- Whistle blowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
contoh kasus Whistle Blowing :
JAKARTA (Lampost.co): Pengaduan pelanggaran pegawai (whistleblowing) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak kembali bertambah. Sejak awal tahun 2013 hingga saat ini, jumlah pelaporan pelanggaran pegawai pajak bertambah 55 kasus.
"Pelanggarannya merupakan pelanggaran kode etik, dan kepatuhan," ujar Kepala Subdit Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (Kitsda) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Nany Nur Aini di kantor DJP, Jakarta (19-4).
Mengacu buku panduan kode etik pegawai DJP, yang dikeluarkan kementerian keuangan, pelanggaran kode etik menyangkut delapan hal. Pertama, bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas. Kedua, menjadi anggota atau simpatisan partai. Ketiga, menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung dan tidak langsung. Keempat, menyalahgunakan fasilitas kantor. Kelima, menerima segala pemberian dalam bentuk apapun baik langsung dan tidak langsung dari wajib pajak, sesama pegawai dan wajib pajak dan pihak lain.
Keenam, menyalahgunakan data atau informasi perpajakan. Ketujuh, melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan kerusakan dan perubahan data pada sistem informasi milik ditjen pajak. Kedelapan, melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan, dan dapat merusak citra dan martabat ditjen pajak.
"Kami akan tindaklanjuti pelaporan tersebut, selalu ada saja pegawai yang nakal. Tapi kan proporsinya jauh, 1-3 pegawai dari 32 ribu pegawai pajak," ujar dia.
Dia menjelaskan pengaduan itu merupakan dampak penerapan Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-22/PJ/2011 tentang Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
"Sepanjang 2011-2012 sudah ada 205 kasus. Sebanyak 151 kasus sudah diselesaikan dan sudah ada hasilnya," ujar Nany.
Penyelesaian kasus itu, Nany melanjutkan, berupa teguran dan pemecatan bagi pegawai pajak yang terbukti melanggar kode etik. Namun, Nany enggan menjelaskan lebih rinci mengenai jenis-jenis pelanggaran yang ada dalam ratusan kasus itu. "Kami belum bisa menyebutkannya, karena itu bukan kewenangan kami," kata Nany.
Nany menambahkan, ada 94 kasus belum diselesaikan di tahun lalu, karena masih dalam proses penyelesaian. Menurut dia, penyelesaian kasus ini memang tidak bisa sebentar, karena harus mengumpulkan bukti-bukti dan data. "Memerlukan waktu yang lama," kata Nany. (MI/L-4)
"Pelanggarannya merupakan pelanggaran kode etik, dan kepatuhan," ujar Kepala Subdit Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (Kitsda) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Nany Nur Aini di kantor DJP, Jakarta (19-4).
Mengacu buku panduan kode etik pegawai DJP, yang dikeluarkan kementerian keuangan, pelanggaran kode etik menyangkut delapan hal. Pertama, bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas. Kedua, menjadi anggota atau simpatisan partai. Ketiga, menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung dan tidak langsung. Keempat, menyalahgunakan fasilitas kantor. Kelima, menerima segala pemberian dalam bentuk apapun baik langsung dan tidak langsung dari wajib pajak, sesama pegawai dan wajib pajak dan pihak lain.
Keenam, menyalahgunakan data atau informasi perpajakan. Ketujuh, melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan kerusakan dan perubahan data pada sistem informasi milik ditjen pajak. Kedelapan, melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan, dan dapat merusak citra dan martabat ditjen pajak.
"Kami akan tindaklanjuti pelaporan tersebut, selalu ada saja pegawai yang nakal. Tapi kan proporsinya jauh, 1-3 pegawai dari 32 ribu pegawai pajak," ujar dia.
Dia menjelaskan pengaduan itu merupakan dampak penerapan Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-22/PJ/2011 tentang Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
"Sepanjang 2011-2012 sudah ada 205 kasus. Sebanyak 151 kasus sudah diselesaikan dan sudah ada hasilnya," ujar Nany.
Penyelesaian kasus itu, Nany melanjutkan, berupa teguran dan pemecatan bagi pegawai pajak yang terbukti melanggar kode etik. Namun, Nany enggan menjelaskan lebih rinci mengenai jenis-jenis pelanggaran yang ada dalam ratusan kasus itu. "Kami belum bisa menyebutkannya, karena itu bukan kewenangan kami," kata Nany.
Nany menambahkan, ada 94 kasus belum diselesaikan di tahun lalu, karena masih dalam proses penyelesaian. Menurut dia, penyelesaian kasus ini memang tidak bisa sebentar, karena harus mengumpulkan bukti-bukti dan data. "Memerlukan waktu yang lama," kata Nany. (MI/L-4)
Pendapat Mengenai kasus diatas :
Menurut saya tidak sepatutnya aprat negara melakukan tindakan yang melanggar hukum. Masih banyak yang harus dibenahi soal hukum perpajakan di indonesia. Kurang tegasnya pihak berwenang adalah salah satu akibat dari terjadinya pelanggaran yang di lakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kesimpulanya adalah masih banyak yang harus di benahi tentang hukum perpajakan, Kalo bisa di berikan sistem Whistle Blowing di setiap Lembaga pemerintah agar dapat memberikan efek jera kepada pegawai pajak.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar